(Mtro Riau, 1 Juli 2012)
Rina
terlihat begitu lelah, suaranya serak, tetapi ia tetap mencoba untuk selalu
kuat.
Sepasang
matanya terlihat lebam. Sesekali ada setitik air bening mengalir dari pupil
matanya yang layu. Ia menatap dengan tatapan sedih sangat dalam. Mukanya
terpukau dengan keadaan si buah hati yang sedang berbaring lemas sudah belasan
hari. Azka, si buah hati berumur empat tahun itu selalu ia tangisi. Tak cukup
hanya satu dua hari meratapi nasib Azka.
Azka masih saja belum bebas dari derita yang dialaminya.
Sudah
tujuh belas hari Azka tergolek tak berdaya di rumah sakit. Seluruh anggota tubuhnya
tak mampu ia gerakkan. Suara manjanya pun tak bisa terdengar lagi oleh sang
ibu. Azka hanya berbaring lemas tak mampu lagi berbuat apa-apa.
***
Awalnya,
hari itu Azka mengeluh kakinya kesemutan. Namun, setelah beberapa jam kemudian,
entah apa yang membuat Azka tiba-tiba tak bisa menggerakkan kakinya, dan
kesemutan itu semakin menjalar ke seluruh bagian tubuh lainnya. Dan dia pun
seketika kehilangan suaranya. Tutur Rina serak sambil menghapus air mata.
Tetapi air mata itu terus saja mengalir deras membasahi wajah sayunya.
Azka
anak kesayangan satu-satunya. Selama sembilan tahun Rina menanti kehadiran si
buah hati tersebut semenjak awal pernikahannya bersama Yanto. Namun, setelah
Azka sudah hadir melengkapi kebahagiaan yang Rina jalani, sekarang,
sekarang..., ah, Azka malah dirundung
penyakit yang tak sewajarnya dia alami. Azka kini menderita sepanjang hidupnya.
Dia selalu meneteskan air mata tanpa ada suara tangis sedikit pun yang bisa
Rina dengar.
Azka...,
saat aku dan ayahmu menimang kamu kala berumur sembilan bulan, saat itulah
kebahagiaan yang aku alami serasa sangat sempurnah tiada tara. Ayahmu ternyata tidak
hanya berbagi kasih sayang hanya kepadamu, Azka...! Dia juga dengan adil
membagi kasih sayang yang penuh kepadaku. Meski sejujurnya, sewaktu aku baru
melahirkanmu, aku sungguh merasa takut kalau ayahmu akan lupa akan kasih
sayangnya padaku, dan lebih sayang sepenuhnya padamu. Aku cemburu padamu, Azka,
aku tak rela. Tetapi, semua kekhawatiran itu tidak terjadi. Ayahmu memberikan
kasih sayang yang penuh di antara aku dan kamu. Rina terus-terusan mengigau.
***
Hari
sudah petang. Tubuh Azka mulai bergetar. Entah apa yang Azka rasakan ketika
itu. Sama sekali sang ibu dan keluarga tidak mengetahui apa yang Azka rasakan.
Kecuali hanya menyaksikan air mata sedih yang terus-terusan mengalir dan terus
mengalir membasahi wajah tampan Azka. Sesekali kadang bibir Azka bergerak ingin
mengungkap sesuatu yang sedang ia rasakan, namun suaranya tak bisa ia keluarkan
dari tenggorokannya. Kedua bibirnya terasa tersumbat dan sepasang matanya hanya
melirik berputar-putar menahan kesakitan.
Azka
berbaring lemas. Badannya masih belum mampu ia gerakkan untuk sekedar berbalik
posisi. Kadang hanya dengan isyarat yang sulit dipahami ketika ia mengginginkan
sesuatu. Karena cuma bibir dan kedua matanya yang bisa ia gerakkan.
Bangunlah,
Nak..., desis Rina tak mampu menahan kesedihan yang sedang dialami si buah hati.
Dia tersungkur tak berdaya di samping Azka. Sembari mengelus dahi hingga
ubun-ubun Azka. Tak lama kemudian, tangis sesenggukan terdengar begitu pedih
dari mulut Rina yang sedang tertunduk tak berdaya di samping anaknya.
***
Entahlah,
sudah hitungan keberapa puluh hari hingga sekarang Azka masih tetap tak sembuh
dari penderitaannya. Bukan hanya tenaga yang Rina korbankan untuk merawat anak
semata wayangnya itu. Semua harta benda pun yang ia miliki sudah lenyap ia jual
untuk membiayai pengobatan Azka. Bahkan sebidang tanah warisan orang tuanya
telah ia jual untuk membiayai Azka. Tetapi hingga sekarang tak ada tanda-tanda
sedikit pun kalau Azka akan segera sembuh dari penyakitnya.
***
Dua
hari lagi Rina harus segera singgah dari rumah sakit. Membawa Azka pulang ke
rumahnya. Itu sudah menjadi pilihan. Tak ada jalan lain, kecuali dengan
secepatnya angkat kaki dari tempat itu. Jika tidak, Rina akan dimintai uang
lagi untuk membiayai pengobatan Azka di rumah sakit.
Rina
duduk bimbang. Memikirkan keadaan rumit yang sedang ia jalani. Di sampingnya,
Azka menggerak-gerakkan bibir dan memainkan rona matanya. Seakan-akan mencegah
Rina untuk membawanya pulang ke rumah. Namun harus bagaimana lagi, itulah
ketentuan dari pihak rumah sakit yang harus Rina penuhi. Uang, Rina sudah tidak
punya. Harta, sudah lenyap semua dijual untuk pengobatan Azka selama beberapa
hari itu.
Tiba-tiba,
raut wajah Rina basah. Digenangi sebercak air membuncah dari sepasang matanya. Rina
ingin sekali memohon, bahkan bersujud agar dia tetap diperbolehkan merawat
anaknya di rumah sakit. Tetapi, itu hanya akan sia-sia. Rina dan Azka tetap
harus segera pergi singgah dari rumah sakit.
Ah, betapa kejam....,
benak Rina sedih. Sebelum akhirnya dia pergi meninggalkan rumah sakit, bahkan
Azka pun ia tinggalkan sendiri.
Gowok, Jogja, 01 Agustus 2011
—Buat Azka,
bocah kecil berumur 9 tahun asal Kota Bogor yang sedang menderita penyakit
langka (sekujur tubuhnya serasa kesemutan, tak mampu untuk bergerak, dan tak
bisa mengeluarkan suara). Disinyalir sedang menderita penyakit langka (Guillain
Barre Syndrome).
0 comments:
Post a Comment