Membangun Semangat Keindonesiaan Melalui Sejarah

Oleh: Marsus

Indonesia dengan ragam bahasa dan tradisi kebudayaan menjadi salah satu kekayaan yang dapat diandalkan. Banyak pelancong datang ke Indonesia untuk menyaksikan keunikan budaya dan menikmati keanggunan wisata alam. Bali, Lombok, Yogyakarya, Papua, Jakarta, dan lain-lain, sebagai salah satu contoh daerah yang menjadi daya tarik tersendiri. Tempat tersebut tentu menyimpan hal-hal unik yang tidak terjadi secara begitu saja. Ia memiliki sejuta kisah sejarah yang tidak semua masyarakat mengetahuinya.

Apakah orang Indonesia tidak berkeinginan mengetahui kisah sejarah tersebut? Ataukah kisah-kisah itu memang sengaja dibiarkan terpendam dan lenyap dengan sendirinya?

Saya berpandangan, sebenarnya ketertarikan untuk mengetahui kisah-kisah atau sejarah dari ragam tradisi budaya Indonesia melekat dalam diri masyarakat. Akan tetapi, persoalannya adalah seberapa kuat menahan jenuh belajar atau membaca sejarah yang umumnya perlu konsentrasi, apalagi ketika disodorkan dengan penanggalan atau kronologi kejadian yang harus runut dan terperinci agar dapat memahami suatu peristiwa secara utuh. Di sinilah biasanya mereka merasa bosan, karena diperlukan konsentrasi penuh, dan terkadang membuat kepala mengernyit. Dalih lain juga menganggap, bahwa belajar sejarah itu 'berat'.

@SejarahRI dengan menghimpung kisah-kisah yang tertuang dalam buku Indonesia Poenja Tjerita memberikan alternatif dalam menjelaskan sejarah keindonesiaan. Kisah-kisah yang berkaitan dengan tradisi budaya dan tokoh-tokoh penting di Indonesia, misalnya tentang penjajahan, asal muasal suatu produk makanan, sampai pada hal-hal ringan, namun penting untuk kita ketahuiseperti penyebutan istilah hidung belang,’ ‘makjomlang,’ dan sebagainya—diulas dalam buku ini dengan mengalir renyah bagaikan mendengar cerita atau kisah yang dituturkan.

Ambil contoh tentang asal muasal adanya tukang cukur. Kisah persebaran tukang cukur, disinyalir karena dipicu adanya konflik yang terjadi di suatu daerah tertentu. Penyebaran tukang cukur Asgar (Asli Garud) misalnya, ia tidak lepas dari konflik politik pemberontakan Darul Islam atau Tentara Islam Indonesia, DI/TII sekitar tahun 1949 dan 1950. Oleh karena konflik itu, banyak orang Garut yang mengungsi. Di daerah-daerah tempat pengungsian itulah mereka membuka usaha potong rambut untuk bertahan hidup (hlm. 86).

Melalui kisah-kisah itu, pada dasarnya kita bukan hanya dapat mengetahui cikal bakal munculnya tukang cukur Asgar. Namun, kita juga bisa mengetahui bahwa pada tahun 1949 dan 1950 Indonesia telah dilanda konflik politik dan pemberontakan yang didalamnya diperankan oleh tentara Islam.

Selain itu, bisa lihat juga bagaimana cikal bakal persebaran potong rambut Madura. Ia tidak jauh berbeda dengan potong rambut Asgar. Persebarannya dipicu oleh adanya konflik antara Trunojoyo dan Amangkurat II pada tahun 1677, sehingga pengikut Trunojoyo tidak mau kembali ke Madura. Mereka menyebar ke berbagai daerah. Untuk mempertahankan hidupnya, mereka membuka usaha potong rambut (hlm. 87-88).

Dalam mendirikan usaha potong rambut, orang Madura tidak terlalu muluk-muluk. Tidak perlu mendirikan bangunan megah dan kokoh yang menguras biaya banyak. Ia menggunakan fasilitas dan tempat seadanya. Pada awal mula tahun 1911 usaha potong rambut dilakukan di tempat-tempat umum, di tepi-tepi jalan di bawah pohon-pohon besar di daerah Surabaya. Semangat usaha semacam itu kiranya patut menjadi contoh.

B.J. Habibie, misalnya, sosok mantan presiden RI ke-3 lulusan Jerman sekaligus sebagai otak dari terciptanya pesawat N-250 yang tak kalah gigihnya memperjuangkan Indonesia. Ia berkali-kali ditawari pemerintah Jerman agar menetap dan menjadi warga negara di sana. Bahkan konpensasi yang melimpah akan diberikan kepada Habibie. Namun, ia tidak menuruti tawaran pemerintah Jerman. Habibie memilih hidup di kampungnya, di negaranya sendiri Indonesia. Ia dengan semangat membangun Indonesia dengan mendirikan industri dirgantara. Sehingga terciptalah pesawat N-250 (hlm. 90).

Kekukuhan B.J. Habibie untuk tetap tinggal di Indonesia dan menolak tawaran pemerintah Jerman, menunjukkan kepeduliannya dan nasionalismenya terhadap Indonesia. Ia tidak tergiur pada tawaran dengan imbalan yang besar. Ia lebih peduli terhadap kampungnya sendiri dan membangun negaranya agar menjadi lebih maju. Meskipun usahanya itu berujung menyakitkan akibat proyek pembuatan pesawat N-250 dihentikan karena timbulnya krisis ekonomi yang melanda Indonesia. PT. Dirgantara pun terpaksa ditutup karena tak ada dana dari pemerintah. Dan para karyawannya pun tidak sedikit yang terpaksa menjadi pengangguran.

Membaca buku ini, kita akan akan disuguhi berbagai kisah-kisah unik dan semangat orang-orang Indonesia dalam mengarungi hidupnya, baik dari kalangan masyarakat kecil maupun tokoh-tokoh terkemuka. Kisah-kisah itu bisa menjadi inspirasi dan teladan dalam menjalani hidup kita.

*)Peresensi adalah lulusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Menulis di berbagai media, seperti Kedaulatan Rakyat, Suara Pembaruan, Bali Pos, Radar Surabaya, Riau Pos, Media Indonesia, Majalah Basis, Horison, dll.

Judul   : Indonesia Poenja Tjerita: Yang Unik dan Tak Terungkap dari Sejarah Indonesia
Penulis : @Sejarah RI
Penerbit: Bentang Pustaka
Cetakan : Pertama, Juli 2016  
Tebal   : xviii+226 halaman.
ISBN   : 978-602-291-238-5

Sumber: Radar Surabaya, 25 Desember 2016.

0 comments: