Lapas Karawang Bekasi

dok.pribadi. Foto di depan Lapas
Pagi tadi sekitar jam 05.20, (15 November 2016), saya berangkat dari rumah Mahwi Air Tawar atau Mbak Ernawati (istrinya) yang berada tak jauh dari PT.Trafindo Jl. Siliwangi, Tangerang menuju stasiun Tangerang. Kami berencana mau ke Lapas Karawang, Bekasi.

Dari stasiun ikut kereta listrik (KRL) dari Tangerang, turun di stasiun Tanjung. Tiba di sana sekitar jam 07 pagi. Kami berjalan keluar stasiun. Mencari kopi dan camelan. Sesekali menunggu seseorang yang entah siapa, yang jelas ia adalah temannya Mahwi yang saya belum tau dan belum kenal.

Setengah jam berlalu, kami duduk di depan AlfaMedi. Ditemani dua bungkus kue pukis hangat yang kami nikmati. Mahwi terlihat sibuk dengan HP-nya. Kupikir ia tengah berkomunikasi dengan temannya tetsebut. Saya memilih diam saja, tanpa menanyakan apa pun, melihat sesaknya manusia di sepanjang jalan yang macet.
"Coba cek Grab, berapa kira-kira kalau ikut Grab ke Pasar Rabo?"

dok.pribadi. Mbak Mida bersama Kepala Lapas
Tidak lama berselang, Mahwi melontarkan pertanyaan itu. Lalu saya pun membuka aplikasi Grab. mengecek harga perjalanan dari stasiun Tanjung ke Pasar Rabo.

"200.000 ribu." Jawab saya setelah muncul keterangan pada aplikasi ojek kendaraan online tersebut.

Ternyata mahal. Akhirnya gagal. Kita mencari kendaraan lain yang lebih murah.

Mahwi beranjak dan berdiri. Memandang ke arah stasiun. Rupa-rupanya, teman yang ditunggu-tunggu sudah sampai di stasiun Tanjung. Kupikir mereka tengah saling memberi kabar posisi masing-masing. Hingga akhirnya kami berjumpa dengan janjian bertemu di sebuah ATM Madiri yang tak jauh dari lokasi tersebut.  

"Ini temanku." Kata Mahwi memperkenalkanku.
"Marsus." Kata saya. 

"Mida." Kata perempuan itu.

Kami bersalaman.

Singkat cerita, kami bertiga pun beranjak menuju pangkalan angkot. Saya lupa apa nama angkot yang kami tumpangi itu. Yang saya ingat hanya warnyanya, oren. Dan kalau tidak keliru, ongkos untuk tiga orang Rp15.000, Mbak Mida yang bayar.

Kami sampai di sebuah pangkalan bus dalam waktu yang tak begitu lama.

Di tempat tersebut, kami menunggu bus yang akan kami tumpangi ke arah Karawang. Kurang lebih selama 30 menit kami menunggu bus, hingga akhirnya kami pun melaju ke arah Lapas Karawang, Bekasi.
Sampai saat itu, saya belum mengerti secara pasti, apa yang direncanakan Mahwi dan mbak Mida ke lapas tersebut. Saya hanya ngekor saja.

Sampai di pertigaan pemberhentian bus terdekat arah tujuan, kami pun turun. Berjalan sekitar 300 meter ke arah lapas. Arahnya ke selatan (menurut saya yang saat itu bingung arah.) Namun yang benar ke arah barat.

Sampai di depan pintu lapas, kami diam dulu beberapa detik di ruang tunggu, sebelum akhirnya kami bertanya kepada petugas.

"Saya mau bertemu bapak Zaenal, kepala lapas." kata Mahwi.

Kami disuruh menunggu, karena baru saja ada orang yang lebih dulu masuk untuk menemui pak Zaenal. Hanya sebentar, Mahwi dipanggil oleh petugas. Lantas kami pun masuk bersama-sama.

"Ada tiga orang ini?" Tanya ibu salah satu penjaga lapas.

"Iya" jawab kami.

Dok.pribadi. Foto bersama penghuni lapas
Kami diberi kartu pengunjung masing-masing agar dipakai, dan kami diantar ke lantai atas, ke ruangan Pak Zaenal.

Sambut senyum dan senang tampak dari raut wajahnya. Kami dipersilahkan masuk dengan begitu ramah. Satu orang junior atau bawahan pak Zaenal menemaninya.

Pak Zaenal membuka pembicaraan dengan Mahwi didahului tentang buku. Mahwi menjulurkan Jurnal Sajak terbaru edisi 14 sebagai permulaan obrolan. Lantas melanjutkan tentang lainching buku hasil karya anak-anak lapas di Yogyakarta.

"Ohya, sudah dilaunching buku itu kemarin" kata Zaenal sambil melangkah ke meja tugasnya. Mengambil 3 buku, dan diberikan pada kami satu-satu.

Obrolan terus berlanjut. Semakin lama bertabah cair dan mengalir. Dari obrolan tersebut, sedikit demi sedikit, saya mulai paham maksud dan tujuan Mahwi. Dan rupa-rupanya, Mahwi telah mengenal dan menjalin komunikasi dengan Pak Zaenal jauh-jauh hari, tepatnya saat beliau sebelum dipindah tugas ke Karawangan, --sebelumnya bertuhas di Jogja.

Yang saya pahami, Mahwi akan mengadakan acara pelatihan/pengenalan tentang kepenulisan kepada orang-orang lapas. Ia ingin agar penghuni  lapas memiliki keterampilan dalam menulis, lebih jauh lagi agar mereka bisa bangkit dari 'keterpurukan' pikirannya, terutama ketika sudah keluar, bebas dari lapas.

Sambutan Pak Zaenal begitu hangat. Ia wellcome atas semua rencana tersebut.

"Baik, apa kira-kira yang bisa kami bantu, akan kami bantu." Kata Pak Zaenal.

Obrolan berlanjut. Mbak Mida jug ikut mengobrol, menanyakan soal umur mereka penghuni lapas. Adakah yang seumuran anak-anak SD?

dok.pribadi. Budi daya ikan dikelola penghuni lapas
Kata Pak Zaenal, di lapas tersebut adanya dari umur sekitar 14-18 tahun untuk remaja. Yang anak-anak adanya di lapas Bandung.

Mbak Mirda melanjutkan obrolan ihwal rencananya. Ia merencanakan suatu kegiatan yakni mengadakan kelas inspirasi, sebagaimana yang telah ia lakukan bersama teman-temannya di Indonesia Mengajar, asuhan Bapak Anes Basweadan.

Sambut Pak Zaenal pun bagitu menyenangkan. Beliau sangat menerimanya. Bahkan, beliau bersyukur kalau memang bisa dilaksanakan niat baik tersebut. Agar anak-anak di lapas bisa 'terbuka' pikirannya untuk berkembang. Tidak minder untuk mengasah cita-citanya, baik selamat ada t di lapas, lebih-lebih ketika keluar nanti.

Seorang junior Pak Zaenal yang ikut duduk di samping kami lalu diperintah untuk mengambil air minum oleh Pak Zaenal. Juga dimintakan kopi dan teh pada ibu yang bertugas untuk disuguhkan pada kami.
dok.pribadi. Lahan sawah untuk bercocok tanam

Kami terus melanjutkan obrolan. Sebelum akhirnya kami turun, mengunjungi anak-anak lapas, melihat suasana perpustakaan dan ruang kelas yang dijadikan tempat kejar Paket C untuk anak-anak lapas.

Selanjutnya, kami pun diajak ke belakang lapas oleh Pak Zaenal dengan mengendarai mobil dinasnya. Melihat lahan sawah tempat menanam padi, ternak kambing, budi daya macam ikan, dan buah mangga. Itu semua yang mengerjakan adalah orang lapas.

Lantas kami pergi keluar, melanjutkan makan siang, tempatnya sekitar satu kilo ke arah barat lapas. Di sana, sambil menikmati hidangan makan siang, Pak Zaenal bercerita panjang lebar soal dirinya dan bahkan istrinya yang baru kemarin dioprasi kerena kangkar getah bening.

Ada beberapa orang yang ikut makan siang itu, sekitar dua sampai tiga orang junior (yang mengawal), selain sopir pribadi Pak Zaenal.

Sehabis makan, kami kembali ke lapas. Melanjutkan obrolan. Lalu bergantian solat duhur. Sebelum akhirnya kami pamit pulang.

Sebelum benar-benar pergi dari lapar, di lantai pertama kami pun minta foto-foro bersama.
dok.pribadi. Foto bersama kepala lapas

Kemudian, Pak Zaenal meminta tolong sopir pribadina agar mengantar kami ke tempat bus travel jurusan Uki. Melajulah kami ke arah Uki. Lalu naik tran Jakarta ke arah stasiun (lupa namanya), dan kami berpisah di sana. 

Saya dan Mahwi menuju ke stasiun UI Depok, karena tujuan kami ke kantor Komodo Books di jalan Makarsari, sedangkan Mbak Mida pulang ke rumahnya di Jakarta, entah daerah mana.

Depok, 14-15 November 2016

0 comments: