Kenangan APPMI 11 Bulan Yang Lalu

Arsip pamflet dan foto acara APPMI di Teatrika UIN SuKa Jogja 
"Beremma, Man?"
"Aaayuk, tenang. Paggun terlaksana!"

Begitu kira-kira mukaddimah pembicaraan kita setiap kali saya berkunjung ke kosan Selendang Sulaiman pada detik-detik menjelang diskusi buku "Langit Suasa Langit Pujangga" karya Syaf Anton Wr yang sekaligus menjadi titik awal peluncuran Arsip Puisi Penyair Madura (APPMI).

Saat itu saya dan teman-teman masih berstatus sebagai mahasiswa. Barangkali tak perlu ditutup-tutupi, boleh dikata miskin dalam soal keuangan. Dana dalam membuat acara tersebut benar-benar tak ada. Kami berinisiatif, 'okelah kita patungan. Mari kita menulis di koran, kalau dimuat, honornya sisihkan untuk acara ini.' Begitu kira-kira kometmennya.

Jelas saja kita mengadakan acara butuh pemateri, butuh tempat, dan butuh peserta yang bisa diajak sharing mengikuti dan berbagi gagasan dalam perjalanan diskusi. Minimal ada orang yang datang sebagai saksi, bahwa hari itu ada sebuah acara, yakni diskusi buku dan peluncuran APPMI.

Sambil lalu ngobrol, dipikir-pikir lagi, apa iya kita mengundang pemateri (saat itu pematerinya Prof Faisal Ismail, Syaf Anton Wr, Iman Budi Santosa, Sofyan Rh. Zaid, dimoderatori oleh Shohifur Ridlo Ilahi) dan segenap komunitas untuk meluangkan waktunya, datang dari jauh, tanpa disuguhi air atau kopi dan sepotong roti sedikitpun untuk melepas dahaganya? Ah, betapa bejatnya kita bila itu terjadi.

Dan, alhamdulillah, puji syukur akhirnya kita bisa menyediakan tempat untuk acara, menyuguhkan air mineral serta sepotong roti Rp.1000 kepada para tamu yang hadir dalam dskusi tersebut.

Lantas, dapat dana dari mana? Tentu saja dari usaha dan kometmen kita patungan.

Selain itu, patut rasanya kita berterima kasih kepada beberapa orang yang ikut mendukung acara tersebut. Apakah orang-orang yang dimaksud adalah tokoh sastrawan atau sesepuh dari penyair Madura yang konon dikira, bahkan dituduh sebagai pemegang kendali APPMI untuk kepentingan tertentu?
Tentu tidak! Saya yang diminta menjadi ketua panitia dalam acara tersebut, ingat betul saat Sulaiman datang ke beberapa dosen akrab kami di Fakultas Adab, menceritakan ihwal iktikat baik itu, sambil lalu menunjukkan bukti rangkaian acara yang sudah diprintout.

"Beremma, Man?"
"Olle saéket ebu."

Begitulah kira-kira obrolan singkat kebahagiaan dari usaha kita. Kita pun puji syukur. Dan perlu diketahui, Rp.50000 itu tak ada hubungannya dengan politik intervensi kepentingan seseorang untuk menunggangi APPMI. Apalgi, dosen yang memberikan uang itu bukan orang sastra, bukan penyair, bukan cerpenis, dia adalah guru saya juga guru Selendang Sulaiman selama duduk di Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Apakah cukup uang Rp.50.000 dan hasil patungan yang tak seberapa itu untuk kebutuhan acara tersebut; beli air, roti, printout undangan ke pemateri dan komunitas? Tentu saja tidak!

Dengan cara yang sama, teman-teman lain (dalam kepanitiaan) berkeliling ke beberapa warung kopi tempat-tempat kita nongkrong, maka didapatlah satu-dua bungkus kopi (tubruk). Saya sebutkan sebagian yang ikut membantu dalam hal ini seperti, Kamil Dayasawa, Fajri Andika, Yayan Dei Legung, dan masih banyak yang lainnya, termasuk teman-teman selain dari Madura ikut membantu dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.

Bukan hanya ke warung kopi, namun ke salah satu penerbit juga sempat dikunjungi dengan cara yang sama. Maka didapatlah beberapa buku. Untuk apa buku tersebut? Kita berikan sebagai hadiah bagi beberapa peserta yang hadir yang ikut menyumbangkan gagasannya dalam forum, yaa.., meski buku yang didapat dengan tema-tema seadanya—yang barangkali tidak sesuai dengan selera baca mereka.

Bagaimana dengan tempat? Kita bersyukur, kebetulan, salah satu dari teman kita ada yang menjabat sebagai ketua umum PMII waktu itu, Zainuddin. Maka kita ceritakanlah niat baik itu, dan diajaklah dia ikut bergabung dengan kita. Dengan demikian, atas bantuannya dapatlah tempat dengan harga murah dilingkup kampus.

Maka terlaksanakanlah diskusi dan peluncuran APPMI tersebut. Puji Syukur, kita sungguh benar-benar bahagia, apalagi didatangi oleh penulis luar seperti Dhenok Krintianti yang ikut mengapresiasi dengan membaca puisi, begitu juga dengan Mahwi Air Tawar, Achmad Muhlis Amrin, Badrul Munir Chair, Ilmi El-Banna,  Syaf Anton Wr, Syofyan Rh. Zaid, Yayan Dei Legung, Lubet Arga Tengah yang jauh-jauh dari Surabaya ke Yogyakarta dengan penuh keikhlasan, dan beberapa penyair lain yang ikut membacakan puisi kala itu, sambil lalu diiringi musik dari teman-teman Teater Eska UIN SUKA, dan bahkan tak kalah menarik, gema puisi Bahasa Madura juga dibacakan oleh Rusydi Tolareng dengan begitu memukau.

Begitulah sedikit kenangan titik awal APPMI berhasil diluncurkan, pada hari Rabu 23 Desember 2015.

Kini APPMI sudah melangkah pada November 2016. Tak lama lagi, Rabu 23 Desember akan dihadapi. Kemarin malam, saya, Mahwi Air Tawar, Selendang Sulaiman, dan Yan Zavin Aundjan duduk sambil ngopi-ngopi di TIM. Niatnya bukan mengobrol soal APPMI, hanya melepas kangen, dan yang lebih penting lagi, sebenarnya mau pinjam carger kepada Selendang Sulaiman untuk ngecas HP, namun sayang tidak ia bawakan. Obrolan berlanjut, ngalor-ngidul sampai pada APPMI.

"Selanjutnya, biar saya obrolkan dulu kepada teman-teman yang lain, termasuk kepada ‘sopir’ APPMI saat ini, Maniro AF dan Prostek." Tutup Sulaiman ihwal rencana acara ulang tahun APPMI mendatang.

Mobil Grab sudah datang, Mahwi membangunkan anaknya, Are Timur Daya yang sejak tadi terlelap, lantas kami pun pergi dibawa melaju oleh mobil Avanza hitam ke Stasiun Tangerang.

TIM Jakarta - Tangerang, 11 November 2016

0 comments: