HTI dan Wacana Pemerintah yang Mati Suri

Oleh: Marsus

Wacana pembubaran Ormas (Organisasi Masyarakat) anti Pancasila sudah berlangsung sejak lama. Tetapi, pemerintah tidak kunjung memberi putusan final atas rencana itu. Baru-baru ini isu tersebut merebak kembali. Pemicunya karena banyak penolakan dari civitas masyarakat terhadap kegiatan yang diselenggarakan oleh ormas tertentu. Salah satunya adalah HTI (Hisbut Tahrir Indonesia) yang mempunyai platform khilafah. Implementasi gerakan HTI dianggap menciderai keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

HTI yang didirikan oleh Taqiuddin al-Nabhani (1909–1977) di Yerusalem pada 1953, menginginkan sebuah negara dengan konsep khilafah. Padahal konsep tersebut lahir dari pergolakan politik umat Islam, bukan dari Nabi Muhammad. Karena itulah, ormas tersebut belakangan menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Wacana pembubarannya bukan pertama kali terjadi. Bahkan selain HTI, FPI (Front Pembela Islam) juga pernah diisukan untuk dibubarkan. Namun, semua itu hanya wacana kosong yang belum direalisasikan hingga saat ini.

Rencana pembubaran itu sebenarnya cukup rasional, karena HTI mempunyai haluan berbeda dengan dasar dan ideologi Negara Indonesia. Bukan saja berbeda, namun bertentangan. Secara tidak langsung ia sebagai salah satu ormas yang anti Pancasila dan anti NKRI. Alasan ini telah menguatkan pemerintah untuk mencopot ormas tersebut, karena bertendensi meruntuhkan NKRI.

Mantan Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, ikut memberi komentar terhadap wacana tersebut. Ia menyebutkan bahwa berdirinya ormas sebenarnya sudah ada aturan hukumnya sendiri. Yang menjadi persoalan menurutnya adalah ketika ormas tidak terdaftar secara sah dalam aturan pemerintahan. Sehingga untuk membubarkannya (mencabut surat izinnya) akan kesulitan. Oleh karena itu, Mahfud mengatakan bahwa pemerintah seakan mati langkah ketika dihadapkan dengan persoalan ini (KR Jogja, 6/5/17). Dan sampai detik ini belum ada wujud dari rencana tersebut.

Terkait izin berdirinya ormas di Indonesia sudah diatur supaya mengakui prinsip-prinsip dan ideologi negara, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. Sedangkan HTI, sejak awal sudah jelas-jelas mempunyai visi-misi mendirikan negara khilafah di Indonesia dan menggantikan dasar-dasar prinsip ideologi Negara Indonesia. Tetapi, anehnya berita yang beredar mengenai langkah pemerintah dalam mengambil putusan untuk membubarkan HTI masih sebatas pengkajian soal tujuan HTI dan khilafah.

Keseriusan PemerintahApabila pemerintah memang berupaya sungguh-sungguh dalam menindak hal ini, sebenarnya tidak terlalu rumit menelaah apakah suatu ormas bertentangan atau tidak terhadap Pancasila. Apalagi ormas-ormas saat ini tidak bergerak secara terselubung sebagaimana pada zaman Orde Baru. Ormas radikalpun saat ini sudah bergerak terang-terangan dan dapat diketahui perkembangannya secara terbuka. Belum lagi bahwa setiap ormas diwajibkan mempunyai AD/ART yang menjadi aturan dalam merealisasikan kegiatan institusi atau organisasinya. Dalam arti, apabila implementasi dan gerakan ormas bertendensi meruntuhkan NKRI, bahkan dengan visi-misi mengganti Pancasila dan UUD 45, itu sudah jelas menguatkan langkah pemerintah untuk mencerabutnya.

Mengenai legalitas surat izin HTI, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memaparkan bahwa HTI tidak terdaftar di Kemendagri. Tapi di Kemenkumham ada, karena di sana sudah berbasis online (Koran Jakarta, 4/5/17). Keterangan ini menjadi salah satu langkah bagi pemerintah untuk menelisik informasi lebih mudah. Sehingga dapat menguatkan dalam mengambil putusan tegas terhadap wacana pembubaran HTI yang berkembang sejak lama, ditambah dengan beredarnya visi-misi ormas tersebut yang bertujuan untuk mendirikan negara khilafah di Indonesia.

 Namun demikian, wacana yang dicanangkan pemerintah seakan-akan hanya muncul ketika ada isu-isu penolakan masyarakat terhadap kegiatan ormas tersebut yang dianggap mengganggu ideologi Negara Indonesia. Termasuk insiden baru-baru ini yang terjadi penolakan kegiatan “Training IPK 4” yang akan diselnggarakan HTI pada Sabtu 6/5/17 di Masjid Ulul Albab Kampus Universitas Negeri Semarang, Gunungpati. Selepas isu itu, barangkali rencana pembubaran tersebut akan mati suri dan membiarkan ormas tersebut semakin tumbuh subur dan berkembang menguatkan akar-akarnya agar semakin tegak berdiri.

Bila wacana pembubaran ormas yang menolak Pancasila hanya muncul ketika ada isu-isu terkait, kemudian wacana itu mati kala teredam isu lain, maka tidak menutup kemungkinan bom waktu akan segera diledakkan oleh kalangan ormas tersebut untuk menumbangkan prinsip dan ideologi NKRI. Karena itu jangan biarkan kemerdekaan Indonesia tercerabut oleh antek-antek pendukung khilafah.*

Sumber: Koran Duta Masyrakat, Surabaya 10 Mei 2017. 


0 comments: