Oleh: Marsus
Belum lama ini masyarakat Indonesia gempar dengan kabar dibubarkannya ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Kabar itu dilontarkan lansung oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto. HTI dibubarkan karena dianggap akan merongrong keutuhan NKRI. Kabar tersebut pun seketika menyeruak ke berbagai surat kabar, sehingga seluruh elemen masyarakat mengetahuinya.
Belum lama ini masyarakat Indonesia gempar dengan kabar dibubarkannya ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Kabar itu dilontarkan lansung oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto. HTI dibubarkan karena dianggap akan merongrong keutuhan NKRI. Kabar tersebut pun seketika menyeruak ke berbagai surat kabar, sehingga seluruh elemen masyarakat mengetahuinya.
Pembubaran HTI bagi sebagian masyarakat
merupakan suatu
kegembiraan, karena menurut mereka pemerintah mengambil langkah tegas dalam menumpas ormas anti-Pancasila. Tetapi,
ada pula yang menyayangkan, sebab menurutnya HTI adalah organisasi kemasyarakatan yang ikut andil menegakkan nilai-nilai keislaman. Sikap
pro-kontra tersebut memang wajar terjadi sebagai konsekuensi. Namun yang menjadi pertanyaan kemudian benarkah HTI
bubar? Benarkah semua agenda dan gerakan-gerakannya akan lenyap?
HTI Bubar?
Secara
konstitusional izin operasi kegiatan HTI
resmi dicabut. Artinya, ormas tersebut tidak diperkenankan lagi mengadakan
kegiatan dalam bentuk apa pun atas bendera HTI.
Namun demikian, tentu saja ajaran-ajaran dan ideologi yang tertanam dalam
diri pengikutnya tidak mudah tercerabut. Mencuatnya
pembubaran tersebut bisa saja memompa semangat baru bagi mereka untuk menguatkan
visi-misi dan ideologinya pada masyarakat. Hal ini yang mesti direnungkan bersama.
Satu sisi pembubaran HTI sebagai langkah konkret menumpas
ormas anti-Pancasila. Tetapi, di sisi lain dapat dipandang sebagai rentetan ‘kecil’
yang mengarah pada fenomena lebih ‘besar’. Kini tantangan Indonesia pasca
pembubaran tersebut bukan lagi HTI yang bergerak terang-terangan, tetapi ormas-ormas
lain yang menentang asas NKRI secara terselubung. Di sinilah pemerintah dituntut
menindaklanjuti secara jeli. Bukan saja pemerintah, semua eleman masyarakat harus
ikut menyikapi dan medukung demi keutuhan Indonesia.
Pembubarakan HTI sebenarnya bukan sebagai kemenangan pemerintah maupun
ormas lain yang mengutuknya, sebaliknya ia sebagai
tantangan untuk benar-benar serius dan berkometment memberantas ormas anti-Pancasila. Apabila keputusan pembubaran hanya berhenti sampai tahap tersebut, tanpa
tindak lanjut
menyelidiki gerakan HTI dalam menghimpun kekuatan barunya
yang
berafiliasi dengan ormas lain, maka tidak dipungkiri pembubaran yang dilakukan hanya sebatas seremonial belaka yang akhirnya akan memupuk pertumbuhan lebih kuat lagi. Untuk itu, tidak cukup pemerintah hanya menurunkan putusan
pembubaran. Tapi mesti merumuskan langkah baru
dalam menyikapi
gerakan terselubung yang dapat meledak lebih besar lagi.
Menjaga NKRI
Menurut hemat penulis, upaya menjaga keutuhan NKRI dapat dilakukan diantaranya dengan memberdayakan ormas-ormas
pro-Pancasila, misalnya seperti Nahdlatul Ulama (NU). NU sudah sejak awal berperan besar menjaga keutuhan NKRI dari
ancaman kelompok separatisme, sekularisme dan radikalisme. Para ulama atau kiai
NU kampung yang senantiasa memberikan ceramah dan nasihat-nasihat pentingnya kebersamaan
menjadi salah satu kekuatan dalam menyokong keutuhan Bangsa Indonesia.
Sebenarnya, tradisi NU yang identik dengan kegiatan
sosial-keagamaan seperti tahlilan, istigasah, pengajian dan kegiatan keagamaan
lainnya –yang oleh sebagian kalangan dianggap bit’ah dan ndeso– adalah
upaya menciptakan persatuan yang kuat untuk Indonesia yang damai dalam ke-bhineka-an.
Sehingga karena peran para kiai NU lah nilai-nilai kebangsaan dan agama dapat
disinergikan di tengah multi kulturalisme masyarakat Indonesia ke dalam bentuk
Pancasila.
Optimalisasi peran kiai, guru ngaji, dan para
da’i NU dalam melestarikan kegiatan sosial-keagamaan menjadi salah satu hal
penting guna menjaga keutuhan NKRI, karena dengan demikian dapat meminimalisir tumbuhnya
ideologi baru yang bertendensi sesat. Oleh sebab itu, penting melestarikan tradisi-tradisi
ke-NU-an untuk mengajarkan nilai-nilai keislaman sesuai ajaran al-Quran dan
Sunnah.
Selain itu, yang tidak kalah penting adalah menjaga dan
memfungsikan tempat peribadatan seperti masjid, musallah atau langgar sebagai
media dakwah dalam mengajarkan ilmu-ilmu keislaman. Tempat-tempat peribadatan
tersebut jangan dibiarkan kosong dan didominasi oleh kalangan ormas yang
mencoba menanamkan paham ideologi sesat kepada masyarakat.*
Sumber: Koran Duta Masyarakat, 5 Juni 2017.
Sumber: Koran Duta Masyarakat, 5 Juni 2017.
0 comments:
Post a Comment